Bagi sebahagian besar mahasiswa yang makan di pajak USU, pasti selalu merasakan kegerahan baik karena suasana yang sumpak, panas dan di tambah lagi datangnya anak-anak yang mengamen. Apalagi jam makannya tepat pukul 12:30, maka pengamen anak kecil tersebut sudah kesana kemari menghampiri setiap rumah makan yang ada di pajak USU tersebut. Saya melihat mereka selalu berpencar ke setiap rumah makan dengan membagi kelompok, di mana ada yang berduaan dan ada juga yang bertiga. Di setiap kelompok selalu ada anak yang paling besar untuk mewakili. Dengan kata lain setiap kelompok ada selalu anak yang paling besar di manding dengan yang lain. Saya juga melihat ada sebuah strategi yang mereka lakukan sewaktu mengamen. Di mana ketika kelompok pertama mengamen di belakang fakultas pasca sarjana Hukum, maka kelompok kedua akan pergi mengamen dari samping parkiran fakultas Ekonomi. Selanjutnya mereka mulai mengamen dari rumah makan yang satu ke rumah makan yang lain, sampai mereka nantinya bertemu di tengah. Ketika mereka sudah bertemu maka, kelompok pertama tadi akan menjalani kembali tempat yang sudah di lalui kelompok kedua untuk mengamen. Demikian juga kelompok kedua, mereka juga akan kembali menjalani tempat yang telah dilalaui kelompok pertama tadi untuk mengamen. Sehingga setiap rumah makan yang ada di pajak USU tersebut dua kali didatangi oleh pengamen tersebut. Namun pada hari-hari yang lain mereka tidak berkelompok. Kadang-kadang saya melihat, mereka juga mau mengamen ke rumah makan sendiri-sendiri meskipun hal ini jarang terjadi.
Saya juga melihat bahwa pengamen-pengamen anak kecil yang selalu datang ke pajak USU tersebut bukan saja hanya memiliki strategi tetapi mereka juga pintar dalam memilih waktu yang tepat untuk mengamen. Bayangkan saja setiap jam makan siang atau sekitar dari pukul 12:30:14:00, mereka pasti suah berkeliaran di pajak USU tersebut. Sehingga muncul pertanyaan di benak saya. Mengapa anak-anak ini tidak mengamen mulai pukul 09:00 saja ? Kenapa mesti harus pukul 12:00 ke atas ? Sebab jika mereka mengamen mulai dari pukul 09:00 sampai sore pasti pendapatan mereka akan lebih banyak. Alasan anak tersebut datang dan mengamen pada jam makan siang karena pada jam makan siang mahasiswa selalu ramai datang ke pajak USU tersebut untuk makan. Sementara jika mereka datang terlampau dini, mahasiswa masih belum ada yang makan di pajak tersebut. Sehingga mereka tidak pernah datang terlampau dini.
Setiap kali anak-anak tersebut mengamen ke rumah makan yang ada di pajak USU. Mereka selalu membawa alat musik sederhana, yaitu sebuah 'kecrek' yang terbuat dari kaleng tutup botol yang dipakukan pada sepotong kayu. Mereka mendatangi setiap rumah makan yang ada di pajak tersebut. Setiap kali mereka ingin mengamen ke rumah makan yang ada di pajak tersebut. Mereka tidak pernah saya lihat untuk meminta ijin pada yang punya warung. Mereka asal masuk saja. Dengan muka lesu mereka mendekati orang-orang yang sedang makan khusunya mendatangi orang-orang yang sedang makan rame-rame bersama. Dikeluarkannya alat musik sederhana tadi yaitu sebuah 'kecrek', lalu dengan iringan musik ala kadarnya, anak pengamen tadi mulai bernyanyi. Dari mulutnya yang mungil meluncurlah sebuah lagu yang kira-kira bunyinya sebagai berikut:
“ Permisi kakak cantik abang ganteng
Biarkan ku menghiburmu
Melainkan belas kasihan
Tiada seribu gope pun jadi
Kalau ya dikasih ya terimakasih
Kalau gak dikasih dasar pelit
Kami mengamen tuk mencari makan
Selebihnya untuk masa depan ”
Namun tidak semua pemilik rumah makan mengijinkan mereka masuk ke rumah makannya untuk mangamen. Kenapa saya mengatakan demikian. Saat itu tepat pukul 13:20, saya makan di rumah makan seorang kakak-kakak. Kakak ini sering di panggil dengan sebutan kak De. Saya melihat setiap kali anak pengamen tadi mau masuk ke rumah makan kak De. Kak De salalu melarang mereka untuk masuk dan mengamen di dalam. Kata kak De kepada anak-anak itu “ Jangan-jangan !!! pergi ke tempat lain aja ini lagi panas ni di dalam, sempit lagi susah orang mau lewat udah pergi ke sana aja”. Jawab anak pengamen tadi “ Bentar aja kak!”. Kemudian kak De menjawab kembali “ Udah pergi aja, bandal kali dibilangi”. Kemudain anak pengamen tadi pun pergi menuju rumah makan yang lain. Saya beranggapan kalau kak De ini tidak suka jika langganannya diganggu oleh pengamen atau mungkin tidak suka melihat pengamen tersebut. Tetapi untuk memastikan tanggapan saya tersebut, saya pernah bertanya sama kak De tersebut. Pertanyaan saya demikan. “ Kak kok gak dikasih masuk anak tadi? Kemudian kak De menjawab dengan keras “ Ribut kali, suntuk kepalaku dibuatnya, udah itu terganggu lagi orang untuk lewat jalan dibuatnya”. Memang terkadang anak pengamen tidak sebabas mungkin untuk mengamen di setiap rumah makan. Mungkin di rumah makan yang lain mereka juga mengalami hal yang sama denga di rumah makan kak De tersebut yaitu dilarang untuk masuk mengamen.
Anak pengamen ini juga tidak hanya mengamen di pajak USU. mereka juga pergi mengamen ke tempat-tempat lain yang ada di USU seperti: pertama di sekitar perpustakaan Universita Umum. Kedua di sekitar kolam dekat fakultas pasca sarjana Ekonomi dan yang ketiga di warung Netral dekat fakultas Teknik. Tempat-tempat ini lah yang sering menjadi tempat mangkal mereka untuk megamen.
Berbeda waktunya untuk mengamen di warung netral dan di pajak USU. Anak pengamen ini selalu mengamen pada umumnya lebih duluan mengamen kira-kira mulai pukul 12:30 di pajak USU. Setelah mereka selesai mengamen dari pajak USU baru mereka pergi mengamen ke warung netral. Biasanya lebih kurang pukul 14:00 mereka sudah pergi ke warung netral. Namun mereka mengatakan mereka lebih sering mengamen di pajak USU dibanding di warung netral. Kata mereka di pajak USU lebih banyak orangnya dibanding di warung netral. Karena itu mereka juga terkadang tidak selalu pergi mengamen ke warung netral tetapi cukup di pajak USU saja. Mereka pergi mengamen ke warung Netral apabila pendapata dari pajak USU masih sedikit. Setelah selesai mengamen dari pajak USU, mereka labih sering menghabiskan waktunya berkerliaran di sekitar perpusatakaan USU. Mereka sekali-sekali mengamen menjumpai orang-orang yang sedak duduk di taman perpustakaan tersebut. Namun yang menjadi incaran mereka adalah orang yang sedang duduk berduan. Dengan kata lain mereka lebih sering menemui orang yang lagi berpacaran. Karena orang yang sedang berpacara lebih sering memberi mereka uang dibanding orang yang sekedar duduk-duduk di taman tersebut. Terkadang juga sampai sore hari mereka di sana bermain-main, kadang saya lihat bermain kelereng di depan pasca sarjana Ekonomi.
Anak pengamen ini juga terkadang sudah mulai mengamen di sekitar perpustakaan USU sekitar pukul 11:00. Namun hal ini jarang saya lihat terjadi. Ketika anak tersebut lagi mengamen di koridor jalan menuju perpustakaan. Saya pun datang menghapirinya dan duduk di koridor jalan sambil menghadap ke danau dekat perpustakaan USU. Kemudian saya memanggil mereka. Mereka saat itu ada empat orang di mana satu orang anak perempuan dan tiga orang lagi anak laki-laki. Anak perempuan tadi merupakan orang yang paling besar diantara keempat anak tersebut. Saya bertanya kepada anak perempuan tersebut “ Kamu gak sekolah dek ?” . Jawabnya “ Sekolah bang kelas lima”.Sayapun semakin penasaran “ Terus yang tiga ini teman kamu ya”. Jawabnya kembali “ Ia ya bang,”. “ Terus kalau satu hari kalin bisa dapat berapa?” tanyaku kembali. Jawab anak perempuan tadi “ dikitnya bang paling-paling lima belas ribu”. Kemudian saya menjawab kembali “ Ah yang benar, kamu bohong kan kemarin aja abang lihat kamu menukar uang seribu-seribu sama uang dua puluh ribu”. Saat itu memang saya pernah melihat satu anak laki-laki dari antara mereka menukari uang seribu-seribu sama tukang jualan yang ada di pajak USU tersebut. saya melihat orang tersebut memberikan uang dua puluh ribu sama anak tersebut. Kemudian dengan senyuman kecil anak itu pun mejawab “ Ya bisa dapat 30 ribu kadang 50 ribu ”. Anak perempuan tersebut mengatakan bahwa mereka berpendapatan rata-rata 30 ribu setiap harinya. Namun jika mereka sedang libur sekolah mereka bisa berpendapata samapai 50 ribu bahkan lebih. Kita dapat melihat pendapatan para pengamen ini melebihi gaji buruh bahkan gaji pegaiwai swasta. Wajar-wajar saja jika mereka betah terus mengamen di kampu USU ini. Banyangin aja pendapatannya bisa sampai 50 ribu per harinya. Kemudian anak perempuan tadi pun minta tolong sama saya, katanya “ Bang tolong dulu bang, orang itu mau minta uang sama kami” sambil menoleh dan menunjuk kepada seorang laki-laki yang usianya kira-kira seusia anak SMP. Jawab saya “ Itu teman kalain ya”. “ Gak bang” jawab anak perempuan tadi. “ Terus itu siapa ?” tanya saya. “ Gak tau bang tetapi dia sering meminta uang sama kami”. “ Udah tenang aja kalian gak apa-apa ya itu” jawab saya kembali. Tiba-tiba keempat anak tersebut bergegas pergi dan berkata “ kami pigi dulu yang bang”. Keempat anak tadi pun langsung bergegas pergi meninggalkan saya di tempat tersebut. Mereka pergi ke arah pasca sarja Ekonomi. Setelah mendengar perkataan anak pengamen tadi. Saya meresa terharu dengan tantangan yang mereka hadapi. Di mana untuk mengamen saja mereka harus terpaksa menghadapi orang-orang yang suka memaksa meminta uang sama mereka. Ternyata meskipun mengamen di kawasan Universitas, hal ini tidak lah menjamin mereka lepas dari orang-orang yang suka “memalak”. Seperti hal nya hidup mengamen di jalanan.
INFO KITA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
About Me
- Radinton Malau (Admin)
- Medan, Sumatra Utara, Indonesia
- Saya sekarang Kuliah di Antropologi USU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar